Alkisah, Julius Caesar, sang panglima perang kerajaan Romawi yang legendaris, mendapat tugas untuk merebut dan menduduki kerajaan Inggris, Kerajaan Britania Raya, dalam program ekspansi ke Benua Eropa dan Afrika. Pada saat itu kerajaan Inggris sangat kuat dan disegani. Semboyannya sangat terkenal; British Rule the wafes. Orang Inggris memerintah ombak, menguasai lautan.
Julius Caesar membawa ribuan pasukan menyeberangi lautan dengan menggunakan ratusan kapal perang. Sebagai ahli strategi yang handal, sebelum berangkat Julius Caesar mengirim sekelompok mata-mata untuk mengumpulkan informasi mengenai musuhnya. Laporan hasil pengintaian menunjukan, jumlah prajurit Inggris jauh lebih banyak dibanding prajurit Romawi, persenjataan mereka jauh lebih lengkap dan modern, kondisi fisik mereka jauh lebih segar dibanding prajurit Romawi yang sudah berminggu-minggu berada di atas lautan, dan-sudah pasti-pasukan Inggris lebih mengenal medan perang dibanding prajurit Romawi.
Tak ada satu faktor pun yang bisa mendorong Julius Caesar untuk terus maju. Namun bukan Julius Caesar namanya kalau menyerah begitu saja. Semboyannya adalah vini, vidi, vici. Saya datang, saya berjuang, saya menang. Julius Caesar mengambil keputusan yang mengguncang dunia. Dia tidak memerintahkan pasukan untuk mundur, tapi justru memerintahkan perwira-perwiranya untuk membakar semua kapal perang tanpa menyisakan satu sekoci pun. Setelah itu ia kobarkan semangat juang prajuritnya, yang memang terkenal gagah berani.
Dengan menciptakan situasi seperti itu, dalam benak setiap prajurit sudah terbangun tekad membaja untuk berjuang habis-habisan. Karena hanya itulah satu-satunya pilihan. Pilihan untuk kembali ke Roma, sudah musnah bersama dengan hangusnya kapal perang mereka. Itu sebabnya pasukan Romawi bertempur dengan gagah berani, melumpuhkan setiap musuh yang ada di hadapan mereka. Dan akhirnya pasukan Romawi mampu memenangkan pertempuran.
”Jangan pulang sebelum menang,” kata seorang rekan yang hidup merantau di Jakarta dengan hanya berbekal ijazah SMP. Petuah ini bukan soal peperangan melainkan soal kehidupan di tanah rantau. Ia menjelaskan, meski bekal pendidikan sangat minim, tapi ia tidak mau numpang tua di kota besar. Determinasinya yang kuat, tujuan yang jelas dan tekad yang bulat memancarkan energi semangat yang sangat besar. Meski ia tidak tahu siapa Julius Caesar, tampak sekali bahwa spiritnya tak jauh beda dengan spirit Julius Caesar di medan perang.
Tekad dan keputusan yang bulat mampu mengalahkan banyak hambatan misalkan pendidikan rendah, keluarga miskin, dari suku atau bangsa tertentu dan hambatan psikologis lainnya. Tekad bulat seorang berpendidikan rendah akan mampu mengalahkan tekad biasa dari seorang berpendidikan tinggi. Tak usah saya sebut, pasti anda dapat melihat banyak contoh di sekeliling anda.
Dalam dunia bisnis, kisah Julius Caesar menginspirasi Nur Kuntjoro, seorang tokoh bisnis yang dikenal mampu merubah perusahaan rugi menjadi perusahaan yang meraih laba besar.
Karir profesionalnya dimulai di bidang advertising sebuah perusahaan mesin jahit, kemudian ke perusahaan farmasi, perusahaan direct selling dan beberapa perusahaan lainnya. Saat memimpin Tupperware Indonesia, ia berhasil membuat perusahaan tumbuh 222 persen, justru pada saat krisis moneter melanda Indonesia. Di perusahaan ini ia dijuluki Record Breaking Leader karena selalu berhasil memecahkan rekor penjualan. Selama 8 tahun memimpin perusahaan Direct Selling tersebut, ia berhasil meningkatkan penjualan perusahaan 8 kali lipat dan tidak pernah merugi. Bahkan kerugian kumulatif selama 6 tahun sebelum masa kepemimpinannya berhasil ditutup dengan keuntungan selama 18 bulan.
Keberhasilan yang dicapai Nur Kuntjoro dalam dunia bisnis disebut sebagai turnaround yaitu proses perbaikan kinerja perusahaan dari kecenderungan menurun menjadi menanjak, dan dari posisi merugi menjadi meraih laba. Dalam bukunya yang berjudul Thinking Out of The Box For Profit, Nur Kuntjoro mengatakan, turnaround bukanlah masalah finansial semata, melainkan juga soal komitmen dan leadership.
Nur Kuntjoro memberi contoh kisah Lee lacocca yang mampu merubah situasi buruk menjadi situasi luar biasa dalam sebuah perusahaan. Lee Lacocca, seorang eksekutif yang sudah mengabdikan dirinya selama 32 tahun di perusahaan mobil Ford, suatu hari dipecat yang cara yang menyakitkan.
Untunglah, suatu hari perusahaan mobil Chrysler yang saat itu tengah porak poranda menawarkan kepada Lee untuk bergabung menjadi pemimpin. Tanpa pikir panjang, ia menerimanya.
Pada bulan-bulan pertama ia bukan berfokus pada bagaimana meningkatkan penjualan, melainkan pada upaya meningkatkan team building. Ia mulai gebrakannya dengan mengumpulkan semua staf dan secara tegas menekankan pentingnya komitmen. Tanpa basa basi ia minta agar staf yang tidak punya komitmen sebaiknya tidak usah bekerja di Chrysler. Ia juga meminta kepada semua staf untuk dapat bekerja lebih keras sampai larut malam dan esok paginya bekerja lagi tanpa tambahan imbalan. Staf yang tidak bersedia diminta untuk mengundurkan diri. Sejak itu beberapa karyawan harus di-PHK. Ia memilih bekerja dengan tim yang kecil namun solid dan berdedikasi tinggi.
Sayangnya beberapa tahun kemudian kondisi keuangan Chrysler semakin memburuk. Kali ini ia memutuskan untuk memotong gajinya menjadi 1 dolar setahun sampai Chrysler bisa menciptakan laba. Melalui cara ini ia dapat melakukan negosiasi agar serikat pekerja menyetujui pemotongan gaji karyawan.
Keputusannya yang berat ini membuahkan hasil. Bersama timnya yang tangguh, Lee Lacocca berhasil merubah Chrysler yang nyaris bangkrut menjadi sehat dan besar. Bahkan akhirnya Chrysler berhasil merger dengan raksasa otomotif produsen Mercedez Benz, menjadi Daimler Chrysler.
Julius Caesar, Lee Laccoca maupun Nur Kuntjoro mampu merubah situasi buruk menjadi sebuah kemenangan gemilang. Kuncinya adalah tekad yang bulat untuk meraih kegemilangan. Atau dengan kata lain ”jangan pulang sebelum menang”. ***